Naskah Supersemar “asli” beredar di Internet

Supersemar Asli Tanyakan pada Keluarga M Jusuf atau Soeharto
Aprizal Rahmatullah – detikNews


(Foto: karodalnet.blogspot.com)

Jakarta – Naskah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) beredar di Internet. Namun di mana naskah Supersemar asli, masih misterius. Naskah asli itu bisa ditanyakan pada keluarga M Jusuf dan Soeharto.

M Jusuf adalah satu di antara tiga jenderal (Basuki Rachmat, Amir Mahmud, dan M Jusuf) yang menghadap Soekarno di Istana Bogor pada 11 Maret 1966, menyerahkan surat itu.

Sejarahwan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan draf asli diperlukan untuk membuktikan naskah di internet itu asli atau tidak.

“Lebih baik ditanyakan lagi kepada istri Jenderal Jusuf, Eli Jusuf,” ujar Asvi saat dihubungi detikcom, Minggu (30/11/2008).

Sedangkan sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong menyatakan, naskah tersebut sangat sukar untuk dinyatakan asli. Anhar malah tetap berkeyakinan bahwa naskah asli berada di tangan Soeharto.

“Dari dulu saya berkeyakinan naskah asli ada di Soeharto,” jelas dosen sejarah dari UI ini kepada detikcom lewat telepon, Minggu (30/11/2008).

Anhar berpendapat, Soeharto sebagai penerima mandat dipastikan lebih mengetahui keberadaan naskah tersebut.

“Saya yakin beliau (Soeharto), yang paling tahu keberadaannya. Tapi kini sudah meninggal, mungkin bisa kita tanya ke keluarga Pak Harto,” imbuhnya.

M Jusuf sempat diharapkan publik mengungkap tabir suksesi politik dari Presiden Soekarno ke Soeharto. Namun di saat misteri Supersemar belum terungkap, M Jusuf keburu wafat 8 September 2004 pada usia 76 tahun di Makassar. Buku biografinya yang diharapkan mengungkap misteri Supersemar juga tidak sesuai yang diharapkan publik.(nwk/nrl)


Pemerintah Harus Lebih Proaktif Temukan yang Asli
Aprizal Rahmatullah – detikNews


(Foto: karodalnet.blogspot.com)

Jakarta – Satu lagi versi naskah Supersemar muncul, kali ini beredar di internet. Namun banyak pihak menilai naskah tersebut bukanlah naskah asli. Untuk meluruskan kesimpangsiuran itu, pemerintah harus lebih gencar menemukan naskah asli Supersemar.

“Pemerintah harusnya lebih proaktif mendapatkan yang asli,” ujar anggota Komisi II (bidang pemerintahan) DPR Andi Yuliani Paris pada detikcom, Senin (1/12/2008) pukul 06.45 WIB.

Sebelumnya, sejarahwan UI Anhar Gonggong menuturkan, mantan presiden Soeharto adalah orang yang paling mengetahui keberadaan naskah asli.

Dan jika memang keluarga Soeharto menguasai naskah asli Supersemar itu, sebaiknya keluarga Soeharto menyerahkan kepada pemerintah. “Karena Pak Harto sudah meninggal, kalau ada keluarganya, ya saya berharap diserahkan,” kata Andi Yuliani.

Menurut Andi Yuliani, naskah Supersemar yang beredar di internet tersebut sulit dibuktikan keasliannya. Hal ini karena naskah aslinya sendiri belum ketemu.

“Sepanjang belum dibuktikan aslinya kita tidak bisa bisa bilang itu asli atau tidak,” tambahnya.

Andi juga menggugah kesadaran pihak yang menyimpan naskah tersebut agar menyerahkan naskah tersebut pada negara. “Jangan sampai generasi kita jadi kehilangan sejarah karena hal ini,” pungkasnya.

Naskah Supersemar yang beredar di internet diketik di atas kertas berkop Presiden Republik Indonesia disertai logo padi dan kapas di atasnya dan logo burung Garuda di sisi kiri atas.

Di akhir naskah ada tanda tangan Presiden Indonesia Soekarno pada 11 Maret 1966. Terdapat empat diktum dalam naskah tersebut. Diktum pertama berisi ‘Mengingat’. Kedua, Menimbang. Ketiga Memutuskan dan Memerintahkan’. Keempat bertulis selesai. Naskah ditulis dalam ejaan lama. Namun nama Soeharto dan Soekarno ditulis dengan ejaan Sukarno dan Suharto.

(ape/nrl)

Soeharto: Supersemar Bukan Alat Coup Terselubung
Nurul Hidayati – detikNews


Jakarta – Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang menjadi senjata sakti lahirnya Orde Baru, kembali diperbincangkan. Supersemar mengingatkan pada tuduhan bahwa itulah alat yang digunakan Soeharto melakukan kudeta

Dalam otobiografi  Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya,Soeharto  menyangkal tuduhan itu di halaman 173:

……………
Memang setelah saya umumkan tentang adanya “Supersemar” itu, dipersoalkan orang, apakah surat perintah itu hanya satu “instruksi” Presiden kepada saya, ataukah satu “pemindahan kekuasan eksekutif yang terbatas?”

Menurut saya, perintah itu dikeluarkan di saat negara dalam keadaan gawat di mana integritas Presiden, ABRI dan rakyat sedang berada dalam bahaya, sedangkan keamanan, ketertiban dan pemerintahan berada dalam keadaan berantakan.

Seperti saya nyatakan di depan Radio dan TVRI di pertengahan Juni 1966, saya tidak akan sering menggunakan Surat Perintah 11 Maret tersebut, lebih-lebih kalau surat perintah itu belum diperlukan. Mata pedang akan menjadi tumpul bila selalu digunakan.

Sebagai perbandingan saya kemukakan, segerombolan monyet yang menyerang ladang jagung si Polan dapat diusir hanya dengan tepukan tangan penjaganya. Oleh karena itu, tidaklah baik memobilisasi satu kompi kendaraan berlapis baja cuma untuk mengusir segerombolan kera.

Lima tahun kemudian, untuk pertama kalinya saya jelaskan latar belakang dan sejarah lahirnya “Supersemar” itu, karena rakyat Indonesia memang berhak mengetahuinya. “Supersemar” merupakan bagian sejarah yang sangat penting untuk meluruskan kembali perjuangan bangsa dalam mempertahankan cita-cita kemerdekaan dan memberi isi pada kemerdekaan.

Berkenaan dengan ini, beberapa kali saya telah menolak prakarsa untuk memperingati hari lahirnya “Supersemar” secara besar-besaran. Ini untuk menghindarkan timbulnya mitos terhadap peristiwa itu atau terhadap diri saya sendiri.

Saya tidak pernah menganggap “Supersemar” itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan. Surat Perintah 11 Maret itu juga bukan merupakan alat untuk mengadakan coup secara terselubung. “Supersemar” itu adalah awal perjuangan Orde Baru.(nrl/nwk)