Apakah bubble di pasar properti Cina akan meletus?
Belakangan ini, investor sedang dihantui oleh upaya pemerintah Cina untuk menahan spekulasi dalam pasar properti. Masalahnya adalah bahwa orang Cina memiliki banyak uang, tetapi hanya mempunyai sedikit tempat untuk menanamkannya.
Oleh karena itu, mereka cenderung membeli real estate atau saham. Ini telah mendorong harga properti naik sebesar 100% di berbagai daerah dalam setahun terakhir, dan pada gilirannya membuat pemerintah khawatir mengenai sebuah bubble atau gelembung.
Mengapa begitu banyak orang Cina memutuskan untuk membeli apartemen atau rumah? Sebagian diantaranya membeli properti karena jika menyimpan uang di bank, mereka hanya memperoleh penghasilan yang sangat kecil. Maka boleh dikatakan bahwa pada dasarnya mereka menganggap real estate sebagai suatu simpanan.
Sekarang pertanyaan adalah, “Apakah pasar properti Cina menggelembung atau tidak?” Kemungkinan besar ya. Dan … apakah gelembungnya akan pecah? Kemungkinan besar juga ya.
Pada kenyataan angin rupanya mulai keluar perlahan-lahan dari bubble pada saat ini. Tanda yang paling jitu dari sebuah puncak di pasar real estate Cina adalah hal berikut ini: meskipun harga properti tetap naik terus selama beberapa bulan terakhir ini, jumlah penjualan sudah mulai turun!
Misalnya harga rumah secara umum masih naik – terutama di kota pedalaman – tetapi pada bulan April nilai transaksi dari properti yang terjual jatuh 21,3% di seluruh negara dibandingkan bulan sebelumnya. Bahkan beberapa agen telah meninggalkan bisnis properti, dan kini adapun cerita mengenai discounts tersembunyi yang ditawarkan kepada pembeli. Jadi babak berikutnya kemungkinan besar adalah harga rumah yang mulai turun.
Apakah pasar properti akan mengalami pendaratan darurat?
Saya akan coba memberikan beberapa data yang menarik di bawah ini supaya Anda dapat menyimpulkan sendiri apakah housing market di Cina merupakan sebuah gelembung yang sedang mencari jarum untuk memecahkannya:
1) The vacancy rate atau tingkat kekosongan untuk commercial real estate di Cina relatif tinggi, tetapi mereka masih membangun gedung perkantoran yang baru secara terus-menerus karena mereka berpikir akan selalu bertumbuh. Oleh karena itu selama mereka mendirikan gedung maupun pusat perbelanjaan, kegiatan tersebut tetap akan tercatat sebagai pertumbuhan sampai … mereka berhenti. Dan ketika mereka benar-benar berhenti, mereka akan terbenam dalam kapasitas berlebihan (overcapacity) dan tidak perlu membangun pencakar langit baru untuk waktu yang sangat lama.
Katanya Cina pada saat ini mempunyai sekitar 10 milyar square feet ruang perkantoran yang tidak dipakai, sedang dibangun, atau berada dalam tahap perencanaan. Jadi sepertinya semua laki-laki, wanita dan anak-anak di seluruh negara akan memiliki sebuah kantor pribadi untuk “mengaduk-aduk” kertas seharian.
Salah satu contoh dari keputusan alokasi aset yang paling keliru adalah the South China Mall, yang merupakan shopping mall terbesar di dunia. Meskipun telah dibangun pada tahun 2005, mall tersebut masih 99 persen kosong!
2) Cina juga berserakan dengan KOTA HANTU. Apabila Anda melakukan suatu Google search dan ketik “Chinese ghost towns”, Anda akan mendapatkan banyak gambar mengejutkan dari kota yang dibuat untuk jutaan orang, tetapi hanya dihuni oleh beberapa ribu:
● Cina membangun kota yang lengkap, yaitu Ordos di Inner Mongolia, untuk 1 sampai 1,5 juta penduduk dan … sekarang kota itu kosong losong;
● Dantu adalah kota hantu yang hampir kosong selama lebih dari sedasawarsa. Didalam kebanyakan daerah dari Dantu, tidak ada mobil atau tanda hidup sama sekali;
● Lalu ada kota Bayannao’er, yang membanggakan balai kota yang indah dan sebuah water reclamation building yang dibiayai oleh Bank Dunia;
● Akhirnya, ada kampus raksasa baru untuk Yunnan University, yang didirikan untuk mengakomodasikan 2,3 juta mahasiswa. Kini 11.000 orang terdaftar di universitas tersebut.
Itulah beberapa contoh klasik dari excesses atau kelebihan yang terjadi pada saat ini di Cina.
3) Tingkat spekulasi di real estate adalah luar biasa. Sekarang tersedia cukup banyak tempat tinggal yang kosong di Cina untuk menempatkan setidaknya setengah dari Amerika Serikat.
Data terkini menunjukkan bahwa ada sekitar 64 juta apartemen dan rumah yang tetap kosong selama enam bulan terakhir, menurut laporan dari media Cina. Dengan anggapan bahwa setiap tempat tinggal berlaku sebagai sebuah rumah untuk suatu keluarga Cina yang secara khas terdiri dari tiga orang (orang tua dan satu anak), properti yang kosong dapat menyediakan tempat untuk 200 juta orang, yang merupakan lebih dari 15% populasi negara Cina sebesar 1,3 milyar.
Sementara China Daily memberitakan 70% dari semua rumah petak bertingkat di Hainan, 66% di Beijing, dan 51% di Shanghai kosong, berdasarkan pemakaian listrik. Maka mereka cenderung dimiliki oleh investor dan spekulator, dan bukan oleh orang yang berencana untuk tinggal didalamnya.
Orang yang menanamkan dana di properti berpikir mereka telah membuat investasi yang aman, tetapi mereka mungkin saja bisa kehilangan sebagian dari uangnya. Dengan sebuah oversupply atau kelebihan persediaan yang sudah membanjiri pasar properti Cina, banyak apartemen kemungkinan akan menjadi bangunan yang bobrok dan kurang terawat.
Berhubung kumpulan orang muda antara 20 dan 30 tahun pada saat ini sedang berkurang menyusul penetapan one-child policy, kelebihan persediaan properti ini terlihat sangat mirip dengan puncak dari bubble yang sebelumnya terjadi di Taiwan, Hong Kong, dan Singapura pada tahun 1990an.
4) Jika dipandang dari kenaikan harga, pasar real estate hampir pasti “kepanasan”. Misalnya suatu laporan yang ditulis oleh the National Bureau of Economic Research menyediakan data yang menarik mengenai pasar properti di Cina: sejak kuartal pertama 2007, harga rumah secara riil telah naik sebesar 140%, dan bahkan sebanyak 800% di Beijing selama delapan tahun terakhir.
5) The affordability ratio, yang diperoleh lewat pembagian nilai properti dengan annual disposable income (pendapatan tahunan yang tersisa setelah membayar pajak), memberi tanda bahwa kita sesungguhnya berada dalam kondisi yang tidak dapat dipertahankan lebih lama lagi (lihat grafik dibawah ini yang menampilkan data per Desember 2009).
Price-to-income ratios sudah mencapai 15 sampai 20 kali dalam kota besar dan sekitar 10 kali dalam kota regional, daripada 9x di Jepang dan 12x di Los Angeles pada puncaknya.
Sebagai contohnya, the China Daily mengabarkan harga sebuah apartemen di Beijing seluas 90 meter persegi adalah 1,6 juta yuan (236,000 US dollars) tahun lalu. Sementara an average household disposable income hanya sekitar 71.000 yuan di 2009, menurut data dari ibu kota.
Berdasarkan uraian diatas, boleh dikatakan bahwa housing affordability sangat, sangat rendah dan harga rumah luar biasa tinggi. Ini jelas-jelas merupakan suatu tantangan besar bagi Cina yang dituntut untuk menyediakan perumahan dengan harga yang pantas untuk kelas menengah.
6) Property investment di Cina sebesar 10% dari PDB pada tahun 2009, atau naik dari 8% di 2007. Di Jepang, pada puncak dari bubble-nya, investasi dalam properti tidak melebihi 9% dari PDB, sedangkan di AS tidak pernah melampaui 6%.
Selain itu, grafik dibawah ini barangkali dapat memberikan suatu gambaran kemanakah real estate market di Cina kemungkinan akan menuju.
Apa dampaknya?
Menurut Anda, apakah orang Cina akan mampu “mendaratkan pesawat” ini lebih baik daripada Ben Bernanke? Apakah masih ingat ketika Kepala the Fed menyerukan masalah dengan subprime mortgages sepenuhnya terkendali? Hmm … jadi saya berpendapat nasibnya Cina pun akan demikian.
Sebetulnya, sebuah bubble dalam pasar real estate hampir sama dengan suatu PONZI SCHEME. Selama ada seorang pembeli tambahan, harga properti akan naik secara terus-menerus, tetapi pada suatu waktu semua orang yang ingin membeli sebuah rumah sudah membelinya. Maka pada saat tidak ada seorang pembeli tambahan lagi, harga mulai menurun dan penurunan tersebut makin hari menjadi makin dalam.
Beberapa analis bersikeras bahwa ini tidak mungkin sebuah bubble karena leverage tidak terlalu tinggi, mengingat pembelian rumah atau apartemen di Cina seringkali memerlukan down payments sebesar 30%. Berarti apabila nilai real estate anjlok sebagai hasil dari kelebihan persediaan, bukankah orang akan kehilangan banyak uang? Inilah sangat berbeda dengan keruntuhan dari pasar properti di Amerika Serikat, dimana banyak spekulator dan pemilik rumah mempunyai kurang dari 20% equity, dan kadang-kadang bahkan sekecil 0%.
Lalu bank besar di Cina telah menyalurkan banyak dana ke pasar properti selama beberapa tahun terakhir. Pemberian KPR dan pinjaman ke developers merupakan dua bagian terbesar dari ekspansi kredit yang signifikan sejak tahun 2009.
Per akhir Maret 2010 saja, diperkirakan ada sekitar 9 trilyun yuan pinjaman secara langsung ke sektor real estate dari sistem perbankan. Sejauh ini, analis menilai suatu penurunan dalam harga perumahan sebesar 20% seharusnya masih dapat diatasi oleh kebanyakan institusi keuangan. Namun jika penurunannya lebih dari itu, tidak ada kepastian apa yang akan terjadi. Maka jangan heran bank Cina belakangan ini dipaksa oleh lembaga pengawasan untuk menaikkan jumlah modal dan menyisihkan provisi yang lebih besar.
Terakhir pemerintah daerah mempunyai banyak hutang dan berpeluang memperoleh masalah keuangan karena mereka bergantung pada transaksi properti untuk pendapatannya. Dengan demikian ini dianggap sebagai sebuah bom waktu, yang bisa menyebabkan pemerintah daerah gagal bayar jika pasar properti mengalami koreksi yang terlalu dalam.
Apapun angka yang tepat, jumlahnya besar dan berkisar antara 6 dan 11,4 trilyun yuan, atau sama dengan 71% dari PDB negara Cina secara nominal. Dan … beberapa laporan mengindikasikan bahwa bank akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan kembali sekitar 23% dari uang yang mereka telah meminjamkan.
Kesimpulan
Saya tidak tahu bagaimana Anda mengatakan bubble dalam bahasa mandarin, tetapi saya yakin bahwa pasar real estate di Cina sudah hampir pasti membentuk semacam gelembung. Coba membayangkan betapa banyak kekayaan yang akan dihancurkan ketika harga properti turun. Disamping itu, hal tersebut juga bisa mengakibatkan keresahan masyarakat maupun mengancam kestabilan politik.
Jika perekonomian Cina melemah – menyusul Cina adalah mesin pertumbuhan dari Asia – seluruh kawasan akan merasakan pengaruhnya. Dan … komoditas seperti tembaga, besi, dan yang lain-lain kemungkinan akan terpukul.
Maka investor sebaiknya memperhatikan perkembangan pasar real estate di Cina dengan seksama agar tidak menderita kerugian yang dapat dihindari pada waktu bubble pada akhirnya meledak. Meskipun masa depan Cina dalam jangka panjang cerah, dalam jangka pendek kita harus mewaspadai berbagai persoalan yang bisa menggoncangkan perekonomian dunia.
http://nicoomer.blog.kontan.co.id/2011/06/06/apakah-bubble-di-pasar-properti-cina-akan-meletus-2/
Berikut Pemandangan kota Ordos, yang di sebut-sebut kota Hantu, berikut cuplikan foto-fotonya:
Dikenal dengan nama “Kota Kosong”, Kangabashi district of Ordos dirancang sebagai rumah bagi lebih dari 1 juta warga Cina, namun saat ini kota tersebut hampir tak berpenghuni. Apa yang membuatnya bahkan lebih aneh adalah kenyataan bahwa daerah tersebut merupakan daerah koloni terkaya kedua di Cina. Ordos sebelumnya merupakan daerah miskin di daerah Mongolia Dalam, Ordos menjadi terkenal pada tahun 2003 berkat cadangan batu bara dan gas alam yg besar di dalamnya.
Daerah sekitar Ordos merupakan daerah yg memiliki seperenam dari cadangan batu bara dan sepertiga dari cadangan gas alam di China. Seperti sudah bisa diduga, pemerintah tidak bisa menahan godaan untuk memulai proyek mewah di daerah tersebut, dan kabupaten pengembangan Kangabashi adalah salah satunya.
Ordos memiliki pendapatan perkapita terbesar kedua setelah Shanghai, dan pemerintah berusaha meyakinkan penduduk setempat untuk menginvestasikan uang mereka lebih dekat ke rumah, daripada di tempat lain di mana masyarakat tidak dapat mendapatkan keuntungan. Kota tua tersebut telah cukup diperluas dan lingkungan yang baru dibangun dari awal. Kabupaten Kangabashi baru seharusnya menjadi rumah bagi sekitar 1 juta warga Cina, namun sejauh ini sebagian besar bangunan tetap kosong.
Tetapi meskipun menjadi sebuah kota hantu modern, pemerintah Cina tetap mengharapkan Ordos yang baru akan menjadi sukses. Dan untuk alasan yang baik, karena tujuan utama dari kabupaten Kangabashi adalah untuk membuat pengusaha batubara membeli properti baru di daerah tersebut. Dalam keprihatinan ini Kangabashi memang sukses, karena semua rumah dan kantor di daerah baru tersebut habis terjual. Hanya saja tak seorang pun hidup di dalamnya.
Ini mungkin tampak aneh bahwa tak seorang pun ingin bergerak di distrik baru terutama karena hanya setengah dari rumah di sini terlihat buruk. Tapi, mengingat Kangabashi terletak 25 kilometer dari Ordos lama, sangat mudah untuk memahami mengapa keluarga pekerja batubara enggan untuk meninggalkan rumah mereka dan pindah ke lokasi baru. Beberapa orang akan menyebutnya situasi ini sebagai hasil dari kesalahan perencanaan tetapi pihak berwenang memiliki alasan untuk memilih lokasi yang jauh untuk kabupaten yang baru.
These amazing satellite images show sprawling cities built in remote parts of China that have been left completely abandoned, sometimes years after their construction.
Elaborate public buildings and open spaces are completely unused, with the exception of a few government vehicles near communist authority offices.
Some estimates put the number of empty homes at as many as 64 million, with up to 20 new cities being built every year in the country’s vast swathes of free land.
The photographs have emerged as a Chinese government think tank warns that the country’s real estate bubble is getting worse, with property prices in major cities overvalued by as much as 70 per cent.
Ghost city: Kangbashi was meant to be the urban centre for wealthy coal-mining community Ordos and home to its one million workers, but its roads are eerily empty and the houses stand vacant
The mostly empty city of Bayannao¿er, which boasts a beautiful town hall and World Bank-sponsored water reclamation building
Of the 35 major cities surveyed, property prices in eleven including Beijing and Shanghai were between 30 and 50 per cent above their market value, the China Daily said, citing the Chinese Academy of Social Sciences.
Prices in Fuzhou, capital of the southeastern province of Fujian, had the worst property bubble with average house prices more than 70 per cent higher than their market value, according to the survey conducted in September.
The average price in the 35 cities surveyed was nearly 30 per cent above the market value, the report said.
Property prices have remained stubbornly high despite the government adopting a slew of measures since April including hiking minimum downpayments to at least 30 per cent and ordering banks not to provide loans for third home purchases.
Prices in 70 major cities were up 0.2 per cent in October from the previous month and 8.6 percent higher than a year ago, official data showed.
The increase came after prices gained 0.5 per cent month on month in September, which was the first increase since May.
Property to let: Zhengzhou New District is China’s biggest ghost city, complete with entire blocks of totally empty accommodation
Property bubble: Zhengzhou New District features vast public buildings that have never been used
Half of Erenhot is empty. The other half is unfinished
Now here’s Kangbashi, a new city with capacity for 300,000 — that houses 30,000
Massive stimulus measures taken since 2008 to fend off the financial crisis injected huge amounts of liquidity in the market and have been blamed for fuelling real estate prices.
‘The government target is not clear and policy is incoherent,’ CASS senior research Ni Pengfei was quoted saying.
According to research carried out by Time magazine, fixed-asset investment in the Asian country accounted for more than 90 per cent of its overall growth – with residential and commercial real estate investment making up nearly a quarter of that.
Regional governments across China have been building massive real estate projects, including Kangbashi in Inner Mongolia and Zhengzhou New District, which have remained empty, because of the high prices and interest in investment.
Kangbashi, which was built in just five years, was meant to be the urban centre for Ordos City – a wealthy coal-mining hub home to 1.5million people.
It was filled with office towers, administrative centres, museums, theatres and sports facilities as well as thousands of homes, but remains virtually deserted.
The ghost city of Dantu has been mostly empty for over a decade
The orange area to the north-east of the Xinyang has yet to be occupied
No cars in the city except for approximately 100 clustered around the government headquarters
Zhengzhou New District residential towers: Soaring property prices in China and high levels of investment has fuelled the construction of up several new cities. Experts fear a subsequent property crash could damage the global economy
Prices have continued to soar, investors have increasingly turned to property speculation fuelling the continued bubble.
The onset of the 2008 global recession was the bursting of the real estate bubble in the U.S. and experts fear a similar situation in China could prove catastrophic for still struggling economies and banking systems.
Beijing has introduced measures to cool ‘ridiculous’ property prices, but the risks of a crash mean the campaign is unlikely to ease up in the next year.
Public discontent has been fuelled by high prices in China’s cities and the measures, introduced in April, have made it more difficult for speculators and developers to hoard land and chase up prices as lending has been restricted.
Wang Shi, chairman of China Vanke – the country’s largest property developer – said: ‘Tightening measures will not loosen next year.
‘If we can control the pace of property price gains within a reasonable range, it’s already an achievement.’
In most neighbourhoods of Dantu, there are no cars, no signs of life
A giant empty hotel sits in the city of Erenhot
This city was built in the middle of a desert: Erenhot, Xilin Gol, Inner Mongolia
Property sales for Vanke already exceeded $15billion so far this year, but Mr Shi has insisted China will not end up in a worse place than Dubai – where a property price bubble imploded during the global financial crisis.
He said: ‘It could be really, really bad without the government stepping in.
‘If the bubble bursts, Japan’s past will be China’s present.’
But short-seller Jim Chanos has issued a more dire warning, and said he expected China’s economy to implode in a real estate bust.
He said the country was ‘on an economic treadmill to hell’ and the country’s bubble was ‘Dubai times 1,000’.
In the 1980s, Tokyo saw a massive rise in property prices and a subsequent crash. The Hong Kong property market experienced a similar phenomenon in the 1990s.
This $19 billion development is packed with blocks of empty houses
Filed under: curhat | Tagged: Apakah bubble di pasar properti Cina akan meletus? | 1 Comment »