Bebaskan : Ibu Prita Mulyasari…..

Dukung Ibu Prita Mulyasari…

Kita tularkan dukungan dan perjuangan ini kepada seluruh pengguna internet melalui pemasangan banner dan penyiaran pesan.

Hari ini Ibu Prita. Jika dibiarkan, esok adalah Anda. Padahal sebagai konsumen untuk produk dan layanan apa pun, Anda berhak bersuara..

Ayo dukung…….

Ibu dari dua balita itu dipenjara sejak Rabu 13 Mei lalu, terpisah dari si bungsu berusia setahun tiga bulan yang masih memerlukan ASI dan si sulung yang baru tiga tahun. Dia menjadi tersangka pencemaran nama baik. Hanya karena e-mail berisi keluhan tentang pelayanan rumah sakit.

ibu mulyasari dan anaknyaDalam batas kemampuannya, seorang ibu menyuarakan keluhannya dengan berbagi pengalaman melalui sarana yang dia pahami dan kuasai. Dia kirimkan e-mail kepada beberapa temannya. Sebuah bentuk komunikasi yang lazim di antara warga masyarakat modern. Kemudian e-mail itu menyebar.

Persoalan tak akan meluas jika pihak yang disebut dalam keluhan itu menyelesaikan persoalan secara bijak, dengan pendekatan yang manusiawi, kemudian mengumumkan bahwa persoalan telah diselesaikan bersama.

Akan tetapi yang terjadi adalah kriminalisasi. Ibu dari dua anak balita itu, namanya Prita Mulyasari, oleh pihak yang dia keluhkan, yakni Rumah Sakit Omni International, Alam Sutera, Tangerang, dihadapi melalui gugatan perdata dan sekaligus pidana. Selama proses persidangan, ibu itu dikurung dalam bui di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, terpisah dari keluarganya, dari anak-anaknya.

Seorang ibu, yang juga konsumen, dihadapi sebuah korporat dengan segala kelebihan yang dimilikinya melalui pendekatan kekuasaan. Padahal dalam praktik bisnis yang sehat lagi santun, keluhan seperti itu seyogyanya diselesaikan melalui komunikasi. Ada penjelasan, ada proses saling mendengar, ada upaya untuk mendudukkan persoalan melalui pengertian bersama.

Cerita selengkapnya silakan Anda lihat dalam tautan. Persoalan kita sekarang ini adalah menghadapi kesewenang-wenangan sehingga secara bersama kita harus memperjuangkan kebebasan berpendapat.

Kita ketuk nurani para penegak hukum. Kita ingatkan bahwa rasa keadilan melekat pada semua hamba hukum yang bernurani. Lebih baik membebaskan orang yang (belum tentu) bersalah daripada menghukum orang yang tak bersalah.

Kita ingatkan RS Omni International, bahwa upaya penyelesaian seperti ini akan lebih layak jika ditempuh sebagai upaya terakhir setelah serangkaian komunikasi yang penuh pendekatan kemanusiaan telah buntu. Namun yang terjadi, seperti kita tahu, adalah gelar kuasa dalam posisi yang tak imbang.

Kita tularkan dukungan dan perjuangan ini kepada seluruh pengguna internet melalui pemasangan banner dan penyiaran pesan.

Hari ini Ibu Prita. Jika dibiarkan, esok adalah Anda. Padahal sebagai konsumen untuk produk dan layanan apa pun, Anda berhak bersuara.
banner bebaskan ibu prita-468x601

http://ibuprita.suatuhari.com/

Dewan Pers: RS Omni Bisa Hambat Kebebasan Berpendapat Masyarakat
Nograhany Widhi K – detikNews

Jakarta – RS Omni Internasional yang menggugat Prita Mulyasari (32) hingga akhirnya ditahan dinilai bisa menghambat kebebasan berpendapat masyarakat. Padahal RS Omni sudah melakukan bantahan melalui milis dan beriklan di media.

“Kita harapakan RS Omni menyadari tindakannya, keterlaluan karena dia sudah menggunakan hak jawabnya. Seharusnya sudah selesai di situ,” ujar anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi pada detikcom, Selasa (2/6/2009).

RS Omni juga seharusnya menyadari bahwa email yang ditulis Prita adalah alat informasi melakukan perbaikan ke dalam. Lagi pula apa yang disampaikan Prita adalah curhat kepada teman-temannya.

“Ini seperti mengirim SMS untuk teman-temannya tentang penderitaan yang dia alami. Lalu ada temannya mem-forward ke mana-mana, ke milis, dia dituduh melakukan pencemaran nama baik Pasal 27 UU ITE,” jelasnya.

Lebih lanjut, tindakan RS Omni ini bisa membungkam hak-hak masyarakat yang dilindungi Pasal 28 F UUD 1945.

“Ini bukan cuma masalah Prita, ini upaya membungkam hak masyarakat menyatakan pendapat dan hak itu dilindungi UUD 45 Pasal 28 F. Lagi pula RS Omni sudah menggunakan hak jawabnya melalui milis,” jelasnya.

(nwk/nrl)

Menulis di Internet Dipenjara
Tembus 10 Ribu Member, Facebooker Target Penangguhan Penahanan Prita
Nograhany Widhi K – detikNews

Jakarta – Kelompok ‘Dukungan bagi Ibu Prita Mulyasari‘ di Facebook menembus lebih 19 ribu anggota, jauh melebihi target, 7.500 anggota. Dengan banyaknya dukungan ini, facebooker mentargetkan setidaknya Prita mendapat penangguhan penahanan.

“Kita ingin menanggguhkan penahanan atau menganulir keputusan hakim. Ingin Bu Prita pulang dulu, sebisa mungkin. Kalau hasil terbaik ya menganulir putusan hakim, tapi minimal dia tidak ditahan,” tegas Enda Nasution, administrator kaukus ‘Dukungan bagi Ibu Prita Mulyasari’.

Enda yang dihubungi detikcom, Selasa (2/6/2009) berpendapat penahanan bagi Prita tidak masuk akal karena selaina ditahan, Prita dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), bukan dengan UU Perlindungan Konsumen.

Dedengkot blogger Indonesia ini juga menjelaskan, dengan dukungan sebesar itu, maka untuk melakukan sesuatu bagi Prita menjadi lebih mudah. Apalagi para anggota dukungan bisa dikontak melalui internet secara langsung.

“10 Ribu member bisa kita kontak lewat situs secara langsung jika ingin melakukan sesuatu. Entah bantuan materi atau immateri, tergantung apa langkah yang akan kita ambil selanjutnya,” jelas dia.

Hari ini, langkah para facebooker itu mulai dikonkretkan. Mereka akan mengadakan rapat menentukan langkah selanjutnya di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pusat.

Penelusuran detikcom di Facebook hari Rabu (3/6/2009), kelompok yang dimotori Enda ini berhasil menggaet lebih dari 18 ribu pendukung. (nwk/nwk)

Menulis di Internet Dipenjara
Kriminolog: Prita Hanya Lakukan Kontrol Sosial, Tak Perlu Ditahan
Aprizal Rahmatullah – detikNews

Jakarta – Akibat perbuatannya yang mengirim email berisi keluhan pada sebuah rumah sakit, Prita Mulyasari (32) harus ditahan polisi akibat dugaan pencemaran nama baik. Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana menilai penahanan terhadap Prita sejauh ini tidak perlu dilakukan polisi.

“Mestinya tidak perlu ditahan kalau hanya seperti itu,” ujar Erlangga saat dihubungi detikcom, Rabu (3/6/2009).

Menurut Erlangga, apa yang disampaikan oleh Prita merupakan salah satu bagian dari kontrol sosial masyarakat. Dalam kasus ini, polisi seharusnya bisa lebih bijak bersikap kepada Prita.

“Ia hanya melakukan kontrol sosial kok. Polisi memang punya diskresi (wewenang), konteks penahanan harus disertai alasan-alasan seperti menghilangkan barang bukti. Tapi tidak perlu berlebihan seperti itu,” tambahnya.

Erlangga menjelaskan, kasus-kasus seperti ini memang aparat kerap dijadikan alat untuk menakut-nakuti masyarakat. Padahal belum tentu juga peristiwa yang dialami oleh Prita adalah bohong.

“Di sini masyarakat biasanya lemah, laporan-laporan masyarakat tentang (kejelekan) suatu company besar biasa tidak digubris. Jangan sampai nanti masyarakat menilai polisi memihak pada corporate besar,” tandasnya.

Jika ada perdamaian, maka pihak pihak RS yang harus berinisiatif lebih dulu untuk melakukan perdamaian. “Masyarakat kan hanya melakukan kontrol sosial,” ulangnya.

Prita ditahan karena dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional lewat internet. Kasus yang menimpa Prita ini berawal dari email yang dia kirim kepada teman-temannya seputar keluhannya terhadap RS Omni. Email tersebut kemudian menyebar ke publik lewat milis-milis dan sudah dijawab oleh RS Omni melalui milis dan iklan di media.

Dalam emailnya, Prita merasa dibohongi oleh diagnosa dokter ketika dirawat di RS tersebut pada Agustus 2008. Dokter semula memvonis Prita menderita demam berdarah, namun kemudian menyatakan dia terkena virus udara. Tak hanya itu, dokter memberikan berbagai macam suntikan dengan dosis tinggi, sehingga Prita mengalami sesak nafas.

Saat hendak pindah ke RS lainnya, Prita mengajukan komplain karena kesulitan mendapatkan hasil laboratorium medis. Namun, keluhannya kepada RS Omni Internasional itu tidak pernah ditanggapi, sehingga dia mengungkapkan kronologi peristiwa yang menimpanya kepada teman-temannya melalui email dan berharap agar hanya dia saja yang mengalami hal serupa.

Saat ini Prita telah ditahan di Lapas Wanita Tangerang, Banten. Selain dijerat tentang pencemaran nama baik dalam KUHP, Prita juga dikenai Pasal 27 ayat (3) UU ITE No 11/2008.

(ape/nwk)

Menulis di Internet Dipenjara
Dewan Pers akan Kunjungi Prita di LP Tangerang
Nograhany Widhi K – detikNews

Jakarta – Dewan Pers akan mengunjungi Prita Mulyasari (32) yang dipenjara karena menulis surat keluhan atas pelayanan RS Omni International di internet. Dewan Pers akan mengklarifikasi kasus yang membuat Prita ditahan.

“Rombongan dipimpin Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara ke LP Tangerang. Kami menyampaikan simpati karena Prita mendapati kesulitan karena dituntut RS Omni menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sedangkan dia hanya menyatakan pendapatnya,” ujar anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi.

Alamudi menyampaikan hal itu pada detikcom, Selasa (2/6/2009).

Rombongan Dewan Pers akan mengunjungi Prita hari Rabu (3/6/2009) ini pukul 11.00 WIB. Selanjutnya Dewan Pers akan mencoba mencari kebenaran dari kasus Prita ini. Dewan Pers turun tangan karena Prita menyatakan pendapatnya melalui media elektronik, yang diatur dalam UU Pers.

Dijelaskannya, UU Pers pasal 1 ayat 1 mengatakan pers adalah wahana sosial yang mencakup menyampaikan berita, mencari, mengolah, mengumpulkan, menyimpan berita baik secara elektronik, cetak dan media lain yang tersedia. Media lain termasuk internet.

“Kita sudah menelepon suami Prita kemarin. Mungkin kita juga akan berencana memanggil RS Omni,” jelas dia. Selain itu Dewan Pers juga berencana bertemu Jaksa Agung dan Menkominfo. (nwk/nrl)

Menulis di Internet Dipenjara
Penahanan Prita Kesalahan Mutlak Kejaksaan dan Pembuat UU
Aprizal Rahmatullah – detikNews

Jakarta – Menggugat karena pencemaran baik sah-sah saja, tapi apakah mesti si tersangka perlu ditahan di penjara sembari menunggu diadili seperti nasib Prita Mulyasari? Di mata pengamat hukum pidana UI Rudy Satrio, penahanan itu berlebihan.

“Ini kesalahan mutlak Kejaksaan dan pembuat undang-undang,” komentar Rudy pada detikcom, Rabu (3/6/2009).

Kesalahan pembuat UU itu bisa dilihat dari KUHP dan UU ITE. Dalam aturan yang lebih khusus (UU ITE) seharusnya hukuman yang berlaku menyesuaikan UU yang lebih tinggi (KUHP).

“Lex spesialis harusnya hukumannya lebih rendah atau sejalan dengan UU di atasnya,” imbuhnya.

Prita dikenai pasal berlapis tentang pencemaran nama baik yaitu pasal 310 KUHP dengan ancaman hukuman 1,4 tahun, pasal 311 dengan ancaman 4 tahun penjara dan UU ITE pasal 27 ayat 3 dengan ancaman 6 tahun penjara. Nah inilah yang dianggap merupakan kesalahan pembuat UU, sebab seharusnya jeratan di UU ITE yang lex spesialis lebih rendah dibandingkan KUHP. Tingginya ancaman di UU ITE digunakan jaksa menahan Prita.

“Seharusnya diproses dulu baru ditahan. Kejaksaan jangan hanya mendasarkan pada yuridis formalnya saja (UU ITE). Lihat juga Prita itu perempuan dan kasusnya bagaimana,” ujar Rudy.

Selama ini alasan penyidik menahan tersangka adalah ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara, tersangka dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, tersangka akan kabur, dan tersangka dikhawatirkan mengulangi perbuatannya.
(ape/nrl)

DUKUNGAN BAGI IBU PRITA MULYASARI, PENULIS SURAT KELUHAN MELALUI INTERNET YANG DITAHAN

Bebaskan Ibu Prita Mulyasari Dari Tahanan dan Segala Tuntutan Hukum

Positions:
  1. Cabut segala ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik karena sering disalahgunakan untuk membungkam hak kemerdekaan mengeluarkan pendapat
  2. Keluhan/curhat ibu Prita Mulyasari thd RS Omni tidak bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE
  3. Keluhan/curhat Ibu Prita Mulyasari dijamin oleh UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  4. RS Omni hendaknya memberikan HAK JAWAB, bukan melakukan tuntutan perdata dan pidana atas keluhan/curhat yg dimuat di suara pembaca dan di milis2
Category:
Description:
In English:

Positions:

• Remove clauses on defamation in the criminal code as it is often misused to silence the right to speak
• Prita Mulyasari’s complaint towards Omni International Hospital cannot be charged with Clause No. 27 item (3) of the Information and Electronic Transaction Law
• Prita Mulyasari’s complaint is secured by Law No. 8 Year 1999 on Consumers’ Rights
• Omni International Hospital should use its RIGHT TO ANSWER, and not prosecute Prita Mulyasari with criminal and civil action for complaints made in mailing lists and letters to editors.

Prita Mulyasari is a 32-year old mother of two who was charged for defamation of the Omni International Hospital in Alam Sutra, Serpong, Tangerang, West Java, Indonesia. She has been in detained in the Tangerang Women’s Penitentiary since May 13, 2009, and is facing a maximum six years of jail time or Rp 1 billion (about US$100,000).

She had written an email to a mailing list complaining about the service that the hospital gave while she was ill in August last year. In the email she gave a chronology of the service provided her by the hospital, and that she had sent a written complaint to the Omni Hospital Management and was received by a Customer Service Coordinator. However instead of providing Prita with a complaints receipt, the Customer Service Coordinator gave her a suggestion receipt.

Her email was forwarded by friends to other mailing lists and addresses and caught the attention of the hospital. The hospital then wrote a reply and took out an ad in the local newspaper. Later, it charged Prita with defamation.

Banners to support this cause for bloggers and many others are available here: http://ibuprita.suatuhari.com/

15 Tanggapan

  1. Menyatakan isi hati bagian dari hak asasi manusia yang paling dalam yang tidak mungkin dapat dihalangi oleh manusia manapun di atas permukaan bumi. Kebebasan menyatakan pendapat jangan dikungkung dengan ancaman atas nama kekuasaan.

  2. hanya sekedar usul tindakan sebagai bentuk dukungan buat Bu Prita : kita buat aksi menolak berobat ke RS Omni Internasional….lebih baik berobat ke RS terdekat yang lain….

  3. Jangan berobat ke RS Omni Internasional….kalau semua tidak berobata kesana….RS tersebut kan bangkrut…kalau sudah bangkrut tidak akan sewenang-wenang. OK…sekali lagi jangan berobat ke RS Omni Internasional

  4. Setiap manusia memiliki hak asasi untuk mendapatkan perlindungan dari sebuah ketidakadilan!Mengapa harus dibungkam untuk sebuah kritik? Mana aplikasi perlindungan konsumen Indonesia?Untuk semua kalangan yang menjunjung tinggi nurani dan intuisi, dukung Ibu Prita keluar dari Ketidaadilan!!!!

  5. Nah, kasus ini harus jadi PR bagi UU ITE, sekaligus jadi cerminan entitas kesehatan di Indonesia yang selama ini menjadi alsan kenapa masyarakat lebih memilih berobat ke luar negeri atau paranormal……
    http://engeldvh.wordpress.com

  6. Tidak ada namanya seorang konsumen ditangkap hanya karena mengeluh tidak profesional atau tidak baiknya pelayanan dari suatu rumah sakit…

    Karena itu merupakan hal instropeksi diri bagi manajemen rumah sakit itu sendiri untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat…

    Jika dilihat kondisi sekarang ini,,, sepertinya pihak rumah sakit sudah mendeklarasikan kepada seluruh dunia bahwa mereka merupakan rumah sakit terbaik sepanjang sejarah rumah sakit dalam memberikan dan tidak terdapat kecacatan sedikitpun dalam memberikan pelayanan…

    Emang ada didunia ini yang sempurna…
    Jika sedikit2 orang mengeluh dan bertanya salah terhadap sesuatu hal yang dianggap tidak baik…
    buat aja rumah sakit dan pelayanan dihutan… nah banyak tuh yang bs dibodohin,, kan binatang semua

  7. Sangat prihatin membaca kasus ibu Prita Mulyasari. Namun dukungan moral melalui milis ini aku ragukan manfaatnya untuk membebaskan ibu itu dari penjara. Lalu, bai anda-anda yang dekat dengan TKP, mohon melakukan sesuatu yang nyata, bukan di dunia maya.
    mauliate

  8. waah….. klo komplain dalam bentuk tulisana aja bisa sampe masuk penjara,,, jadi ga bebas nulis di blog deh. secara daku cuma bisa komplain bebas … yah cuma di blog.

    terus jadi penasaran dengan tulisan (email) ibu prita yg sampe dipermasalahkan itu,,,

    http://sukadukakehidupan.wordpress.com

  9. wah…kalau dinegara maju keluhan pasien itu merupakan peluang bisnis…dimanfaatkan untuk pemberianan pelayanan.
    Di jepang ada perusahaan yang spesial menerima keluhan dari berbagai macam konsumen kemudian keluhan tersebut di pergunakan untuk membuat atau meperbaiki pelayanan maupun barang produksi…
    OMNI nya nggak profesional…

  10. Aq sangat prihatin sekali ama ibu prita mulyasari, semoga ibu lebih sabar dan kami sekeluarga mendukung supaya cepat di bebaskan…! amin

  11. seharusnya jaksa harus melaksanakan tugasnya berlandaskan kejujuran, hati nurani dan tanpa tendensi.

    mari kita analisa pasal 27 ayat 3 UU ITE :

    “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
    1.unsur setiap orang, jelas siapapun subjek hukum yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya,
    2.dengan sengaja, unsur dengan sengaja sengaja diletakkan di depan perbuatan pokok oleh pembuat undang-undang , terang terkandung maksud bahwa unsur perbuatan harus terbukti dilakukan dengan perencanaan,tahu akan akibat ,dilakukan dengan kesengajaan bukan kelalaian
    3.unsur tanpa hak, terkandung maksud bahwa subyek pelaku tidak mempunyai hak untuk melakukan perbuatan, kita lihat prita adalah pasien sah rumah sakit omni internasional, jadi menurut hemat saya bila merasa ada yg janggal berwenang atau mempunyai hak untuk menanyakan ke pihak rumah sakit atau berkeluh kesah kepada orang lain,setiap orang juga berhak berkirim email melalui internet tentang keluh kesahnya
    4.unsur mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang dimaksud unsur ini perbuatan prita dalam emailnya sama sekali tidak mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik. bahwa jaksa harus bisa membuktikan dimana letak ”PENGHINAAN” DAN ”PENCEMARAN NAMA BAIKNYA”??? apakah perbuatan subyek prita mengungkapkan keadaan yang sebenarnya atau fakta kejadian yang sebenarnya dan bukan rekayasa disebut menghina??? apakah perbuatan hukum mengungkapkan fakta bisa disebut mencemarkan nama baik ??? jadi di dakwaan harus jelas ADANYA PERBUATAN SEHINGGA NAMA BAIK MENJADI CEMAR…..

    selanjutnya…:

    Pasal 310

    (1) Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

    a.unsur barang siapa” artinya setiap orang yang sehat jasmani dan rohani dalam hal ini prita sebagai subyek hukum
    b.dengan sengaja: unsur dengan sengaja letaknya di depan, maka unsur perbuatan pokok harus dibuktikan terlebih dahulu, arti harfiahnya bahwa perbuatan pokok pencemaran dilakukan dengan niat , kesadaran dan tahu akan akibatnya, padahal faktanya perbuatan pengiriman email terjadi hanya untuk berkeluh kesah akibat kesal akan pelayanan rumah sakit dan ketidak puasan jawaban /penjelasan rumah sakit,jadi jelaslah perbuatan prita bukan dilakukan dengan unsur sengaja untuk menyerang kehormatan atau mencemarkan nama baik,tiada asAP tanpa api.
    c.unsur menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,: fakta nya perbuatan yang dilakukan prita hanyalah untuk mengungkapkan keluh kesahnya kepada sahabat2 nya setelah pihak rumah sakit tidak mampu memberikan jawaban yang jelas dan masuk akal atas pelayanannya, bukan ditujukan dengan sengaja untuk menyerang kehormatan,atau nama baik.

    DARI ANALISA YURIDIS SEDERHANA TERSEBUT SEHINGGA KAMI MOHON MAJELSI HAKIM MENYATAKAN BAHWA DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN,

    terhadap gugatan perdata yang dilayangkan kpd prita, mestinya dibuktikan dulu perbuatan pidana nya sampai putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap baru perdata, jadi ini salah, mbak prita harus banding atau PK.

    kalo kelak anda dinyatakan tidak bersalah anda harus tuntut balik.

    demikian , sy bukan pengacara, hanya orang awam yg ingin jadi asisten pengacara, tapi mendukung anda secara moral.
    sukses ya….selamat berjuang

  12. BREAKING NEWS !!!

    KEJAGUNG MENILAI JAKSA YANG MEMERIKSA PRITA TIDAK PROFESIONAL, DAN MEMERINTAHKAN PEMERIKSAAN ATAS PARA JAKSA TERSEBUT

    TANGGAPAN KEJATI BANTEN ATAS PEMERIKSAAN JAKSA YANG MENUNTUT PRITRA:

    “Kita tidak berbicara siapa yang akan kemudian bertanggung jawab terhadap pembuatan …(BAP),yang penting, tapi siapa yang harus bertanggung jawab mereka yang melakukan tindakan pidana (PRITA). Saya berikan apresiasi kepada jaksa tersebut!!”

  13. HASIL DENGAR PENDAPAT KOMISI IX DPR DGN MANAGEMENT RS OMNI:
    1. KOMISI SEMBILAN TIDAK PUAS DENGAN JAWABAN DARI PIHAK RS OMNI
    2. MENGUSULKAN PENCABUTAN IZIN OPERASIONAL RS OMNI
    3. MENCABUT TUNTUTAN RS OMNI KEPADA PRITA MULYASARI
    4. RS OMNI HARUS MINTA MAAF SECARA TERBUKA KEPADA PRITA MULYASARI

  14. MATINYA KEBEBASAN BERPENDAPAT

    Biarkanlah ada tawa, kegirangan, berbagi duka, tangis, kecemasan dan kesenangan… sebab dari titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menghirup udara dan menemukan jati dirinya…

    itulah kata-kata indah buat RS OMNI Internasional Alam Sutera sebelum menjerat Prita dengan pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.

    ………………………………………………………………………………………….

    Bila kita berkaca lagi kebelakang, sebenarnya pasal 310 KUHP adalah pasal warisan kolonial Belanda. Dengan membungkam seluruh seguruh teriakan, sang rezim penguasa menghajar kalangan yang menyatakan pendapat. Dengan kejam penguasa kolonial merampok kebebasan. tuduhan sengaja menyerang kehormatan, nama baik, kredibilitas menjadi ancaman, sehingga menimbulkan ketakutan kebebasan berpendapat.

    Menjaga nama baik ,reputasi, integritas merupakan suatu keharusan, tapi alangkah lebih bijaksana bila pihak-pihak yang merasa terganggu lebih memperhatikan hak-hak orang lain dalam menyatakan pendapat.

    Dalam kasus Prita Mulyasari, Rumah sakit Omni Internasional berperan sebagai pelayan kepentingan umum. Ketika pasien datang mengeluhjan pelayanan buruk pihak rumah sakit, tidak selayaknya segala kritikan yang ada dibungkam dan dibawah keranah hukum.

    Kasus Prita Mulyasari adalah presiden buruk dalam pembunuhan kebebasan menyatakan pendapat.

Tinggalkan Balasan ke aswan Batalkan balasan